Speech Delay, Penyebab dan
Pencegahannya
Diah Ayu Sholikhah
(Mahasiswa S1 Psikologi UIN Malang)
Penelitian oleh Halim et al. dalam
Habsad et al. (2024) mengungkapkan jika kelompok usia yang paling banyak
mengalami speech delay adalah
kelompok usia 2 tahun. Berdasarkan penelitian yang telah ia lakukan, 44,8% dari
total 872 anak dengan keterlambatan bicara adalah kelompok usia 2 tahun.
Disusul kelompok usia 3 tahun dengan persentase 28,7%. Data ini menunjukkan
bahwa speech delay adalah masalah
yang sudah umum terjadi dan perlu mendapat perhatian serius.
Setiap anak memiliki kecepatan
perkembangan yang berbeda-beda, termasuk dalam hal berbicara. Anak dikatakan speech delay apabila mengalami
keterlambatan dalam kemampuan bicaranya, seperti belum bisa mengeluarkan suara,
kata-kata, membeo, atau menirukan suara pada rentang usia di mana seharusnya ia
sudah mampu melakukannya.
Penyebab speech delay bisa beragam dan kompleks. Menurut para ahli, berbagai
faktor dapat menunda perkembangan bicara anak, termasuk faktor biologis,
keluarga, dan lingkungan. Faktor biologis meliputi kondisi medis bawaan seperti
asfiksia kelahiran, gangguan kejang, dan kelainan bentuk orofaringeal. Faktor
keluarga termasuk kurangnya perhatian serta pengasuhan yang baik dan penggunaan
lebih dari satu bahasa di rumah. Sementara itu, faktor lingkungan bisa berupa
kurangnya stimulasi, terlalu banyak menonton televisi, atau trauma.
Kurangnya atau terhambatnya
stimulasi di dua tahun pertama kehidupan anak juga dapat menyebabkan speech delay yang bisa terdeteksi di
usia 2-3 tahun. Tanda-tanda speech delay
dapat diidentifikasi melalui pola perkembangan bicara anak. Pada usia 1-6
bulan, anak seharusnya sudah bisa menghasilkan suara vokal. Usia 6-8 bulan,
anak biasanya sudah bisa mengoceh seperti "ba-ba-ba" atau
"ga-ga-ga". Antara usia 12-18 bulan, anak mulai mengucapkan kata-kata
tunggal yang dapat dikenali seperti "susu" atau "kucing". Pada
usia 18-20 bulan, anak seharusnya sudah bisa menggabungkan dua kata, dan pada
usia 2-2,5 tahun, anak mulai membentuk kalimat sederhana.
Jika perkembangan ini tidak terjadi
sesuai rentang usia yang disebutkan, maka bisa jadi anak mengalami speech delay. Speech delay dapat berdampak signifikan pada perkembangan anak,
antara lain prestasi akademik yang buruk, kesulitan bersosialisasi, dan
kecenderungan anak menjadi pasif. Anak-anak dengan speech delay mempunyai kemungkinan besar akan mengalami kesulitan
mengikuti kegiatan belajar, menjawab pertanyaan, atau mengungkapkan pendapat.
Mereka juga cenderung pasif dalam
berinteraksi dengan teman sebayanya, yang bisa menghambat perkembangan sosial
mereka. Selain itu, gangguan ini juga dapat menimbulkan dampak pada
pengembangan keterampilan sosial anak dan kemampuan mereka dalam membangun
hubungan sosial dengan orang lain termasuk teman sebayanya.
Berbagai intervensi dan pengobatan
yang tersedia telah terbukti membantu anak-anak dengan speech delay. Beberapa penelitian menunjukkan bahwa penggunaan
media kubus huruf dan boneka jari terbukti efektif untuk meningkatkan kemampuan
bahasa anak. Begitu juga dengan metode terapeutik seperti terapi motorik oral,
metode modeling, belajar sambil bermain, dan metode terapi perilaku dapat
diterapkan dalam terapi speech delay.
Peran orang tua sangat penting dalam
mengatasi speech delay. Para ahli
menyebutkan perkembangan bahasa anak banyak memperoleh masukan dan pengetahuan
dari lingkungan keluarga. Orang tua dapat membantu meningkatkan kemampuan
bahasa anaknya di rumah, selain bantuan yang diberikan oleh guru di sekolah.
Pembelajaran bahasa yang dilakukan secara konsisten oleh ibu sejak anak dalam
kandungan sampai anak memahami bahasa juga akan berpengaruh erat dengan
perkembangan bahasa anak.
Strategi dukungan di rumah juga
sangat penting. Para ahli juga menekankan pentingnya stimulasi pada dua tahun
pertama kehidupan anak, yang merupakan periode kritis perkembangan. Orang tua
memiliki peran penting dalam hal ini, yakni mencukupi nutrisi sejak dalam
kandungan dan menciptakan pola asuh serta lingkungan yang baik. Beberapa cara
yang dapat dilakukan orang tua, seperti mengajak anak ngobrol setiap hendak
melakukan sesuatu, berdiskusi dengan intonasi nada yang halus, dan membuat
rutinitas sehari-hari yang dapat menstimulasi daya ingat anak sehingga dapat
meminimalisir anak mengalami speech delay.
Implikasi dari pemahaman tentang speech delay ini sangat luas. Pertama,
penting bagi orang tua dan pendidik untuk memahami pola perkembangan bicara
normal anak, sehingga dapat mengenali tanda-tanda keterlambatan sejak dini.
Kedua, perlu adanya kesadaran bahwa setiap anak berkembang dengan kecepatannya
masing-masing, namun stimulasi yang tepat tetap diperlukan, terutama dalam dua
tahun pertama kehidupan sehingga dapat mencapai potensi penuh mereka dalam
berkomunikasi dan berinteraksi dengan dunia di sekitar mereka.
Dengan pemahaman yang tepat tentang speech delay, deteksi dini, dan
penanganan yang sesuai, banyak anak dengan speech
delay dapat mengejar ketinggalan mereka dalam hal kemampuan berbicara. Yang
terpenting adalah memberikan dukungan, stimulasi yang tepat, dan mencari
bantuan profesional jika diperlukan. Setiap anak berkembang dengan kecepatannya
masing-masing, dan dengan cinta serta kesabaran dari orang tua dan lingkungan
sekitarnya, mereka.
Referensi
Abidarda, Y. and Ridhani, A. R.
(2022). Program Bimbingan dan Konseling bagi Anak yang mengalami Speech Delay. Bulletin of Counseling and Psychotherapy,
4(3), 663–669. pp. https://doi.org/10.51214/bocp.v4i3.367
Agustina, P. and Manipuspika, Y. S.
(2022). Phonological Development in Child Language Acquisition: A Study of a
Child with Speech Delay. Journal of
English Language Teaching and Linguistics, 7(3), 545. p.
https://doi.org/10.21462/jeltl.v7i3.926
Fadilah, R., Natasha, F. and ...
(2024). Perilaku Abnormal Pada Anak Dan Remaja Susah Berbicara Dan Tidak Bisa
Membaca. Jurnal Media, 2(1), 374–381.
pp.
https://jurnal.mediaakademik.com/index.php/jma/article/view/62%0Ahttps://jurnal.mediaakademik.com/index.php/jma/article/download/62/64
Habsad, D. I., Maharani, R. N.,
Darma, S., Darussalam, A. H. E. and Jafar, M. A. (2024). Characteristics of
Speech Delay in Children Aged 2-5 Years for the Period January-December 2022 at
RSUP Dr. Wahidin Sudirohusodo. Jurnal
Biologi Tropis, 24(1), 593–599. pp. https://doi.org/10.29303/jbt.v24i1.6642
Talitha Ula Sabilla, P. and
Soesyasmoro, R. A. (2023). Hubungan Dukungan Orang Tua dengan Social Skill pada
Anak Speech Delay Usia 3-6 Tahun di Klinik Liliput Jakarta. Jurnal Terapi Wicara Dan Bahasa, 2(1),
513–521. pp. https://doi.org/10.59686/jtwb.v2i1.79
Tarigan, E. (2023). Analisis
Kemampuan Bahasa Anak Usia 5-6 Tahun di TK Negeri Pembina. Pendidikan Dan
Pengajaran, 2(2), 53–54. pp.
Wijayaningsih, L. (2019). Peran Pola
Asuh Orang Tua Dalam Meningkatkan Kemampuan Bicara Anak Speech Delay (Studi
Kasus Di Homeschooling Bawen Jawa Tengah). Satya Widya, 34(2), 151–159. pp.
https://doi.org/10.24246/j.sw.2018.v34.i2.p151-159
Wiresti, R. D. and Na’imah, N.
(2020). Aspek Perkembangan Anak : Urgensitas Ditinjau dalam Paradigma Psikologi
Perkembangan Anak. Aulad : Journal on
Early Childhood, 3(1), 36–44. pp. https://doi.org/10.31004/aulad.v3i1.53