Pentingnya Dukungan Sosial Pada Kasus Autisme
Muhammad Zidane
(Mahasiswa
S1 Psikologi UIN Malang)
Istilah autisme pertama kali diperkenalkan tahun 1948 oleh dr. Leo Keanner
yang mendiagnosa dan merawat pasiennya dengan sindrom autisme yang di sebut Infantile
Autisme atau autisme pada anak-anak (Setyaningrum et al., 2018). Dari peristiwa
tersebut autisme sering juga disebut dengan syndrome Keanner.
Adapun jika ditinjau dari istilah, autisme berasal dari bahasa Yunani yaitu aut
yang bermakna diri itu sendiri, dan isme yang bermakna keadaan. Sehingga
secara istilah autisme adalah situasi individu yang hanya berfokus pada dirinya
sendiri atau dunianya sendiri.
Beberapa tahun belakangan kasus anak
yang menderita gangguan autisme meningkat secara signifikan. Data dari World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa 1 dari 100 anak di dunia menderita autisme. Data WHO
ini berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jinan Zeidan dan tim peneliti
dari Amerika. Meskipun prevalensi yang terdata pada setiap penelitian
berbeda-beda, beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik melaporkan angka
yang jauh lebih tinggi (Fombonne et al., 2022)
Autisme (atau gangguan
spektrum autisme, GAS) didefinisikan sebagai masalah sosial dan komunikasi
serta perilaku berulang dan membatasi. Autisme memiliki tingkat
keparahan yang berbeda-beda untuk setiap orang serta dapat bervariasi pada
setiap orang. Sekitar di usia 18 hingga 24 bulan, diagnosis autisme dapat
ditegakkan. Pada usia ini, gejala khas dapat dibedakan dari perkembangan normal
dan dari keterlambatan atau kondisi perkembangan lainnya (Fombonne et al., 2022). Dalam
beberapa tahun ke belakang kasus anak yang menderita gangguan spektrum autisme
meningkat secara signifikan tiap tahunnya secara global. Data dari World Health Organization
(WHO) menyebutkan bahwa 1 dari 100 anak di dunia menderita autism. Sekitar 1
dari 100 anak di seluruh dunia menderita autism.
Data WHO ini
berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Jinan Zeidan dan tim peneliti dari
Amerika terkait prevalensi global autisme. Meskipun prevalensi yang terdata
pada setiap penelitian berbeda-beda, perkiraan ini diambil dari angka
rata-rata. Namun, beberapa penelitian yang terkontrol dengan baik melaporkan
angka yang jauh lebih tinggi. Kasus autisme sangat umum terjadi di banyak negara
yang memiliki pendapatan rendah dan menengah (Fombonne et al.,
2022).
Peningkatan kasus autisme juga terjadi di Indonesia sampai saat ini.
Terjadi peningkatan kasus anak penderita autisme yang sangat signifikan dari
tahun ke tahun. Dalam majalah Tempo Nasional, disebutkan bahwa tiap tahunnya
terdapat penambahan 500 anak pengidap autisme. Pada tahun 2021 tercatat ada
kenaikan kasus anak autisme sampai dengan angka 2,4 juta kasus di seluruh
daerah di Indonesia. Oleh karena itu, diperlukan perhatian penuh dan dukungan
kepada anak-anak autisme yang mana ini memerlukan kerja sama dari berbagai pihak
untuk dapat menangani dan menekan pertumbuhan angka kasus autisme tiap
tahunnya.
Autis merupakan kelainan syaraf yang unik, karena sampai saat ini dalam
bidang medis masih belum mampu mendiagnosis serta membedakan autis (Setyaningrum et al., 2018). Gejala-gejala
yang muncul pada anak yang menderita gangguan autisme juga sangat beragam dan
kompleks. Anak dengan gangguan spektrum autisme biasanya akan mengalami
keterlambatan perkembangan pada banyak aspek bila dibandingkan dengan anak
normal lainnya.
Oleh karena itu, anak dengan gangguan spektrum autisme memerlukan
penanganan dan perlakuan khusus yang berbeda dengan anak normal. Dalam
menangani anak autisme diperlukan pemahaman tentang potensi mereka agar
nantinya dapat dikembangkan secara optimal (Kelana, 2022). Dengan
memberikan pembelajaran yang tepat dan kesempatan untuk berkembang, diharapkan
dapat membantu anak autis untuk mencapai perkembangan yang optimal (Nurfadhillah et al., 2021). Namun,
mereka tidak dapat melakukan hal tersebut sendirian, anak yang mengidap autisme
masih belum bisa mencapai kemandiriannya.
Dengan demikian, salah satu hal yang sangat penting dan akan berdampak
positif bagi anak autis adalah dengan memberikan dukungan sosial. Dukungan
sosial sangat penting bagi setiap individu dalam perkembangnya; ini adalah
bantuan yang diberikan oleh orang lain atau kelompok di sekitar individu untuk
membuatnya merasa nyaman, dicintai, dan dihargai (Sarafino 1994). Pemberian dukungan sosial kepada anak autisme dapat
membantu mereka untuk mencapai perkembangan yang lebih baik.
Menurut American Association on Intellectual and Developmental
Disabilities (AAID), tahap perkembangan individu membutuhkan dukungan
sosial untuk meningkatkan adaptasi, kemandirian, keterampilan bermasyarakat
yang baik, serta kesehatan. Dalam beberapa penelitian 10 tahun terakhir
menunjukkan bahwa dukungan sosial yang positif dapat meningkatkan perkembangan
yang positif pada anak autis dalam banyak aspek seperti aspek kognitif, emosi,
perilaku, komunikasi, dan kemampuan sosialnya. Selain itu, dengan adanya
dukungan sosial yang baik mampu membantu anak autis dalam membentuk konsep
dirinya, kemandiriannya dan bisa berfungsi sebagaimana orang normal lainnya.
Dukungan sosial bisa datang dari mana saja, baik dari orang tua, guru atau lingkungan sekitar. Bentuk dukungan sosial yang dapat diberikan juga beragam seperti dukungan emosional, informasi, materil, dan lain-lainnya. Dalam tulisan ini akan dijelaskan bentuk dukungan yang dapat diberikan kepada anak autis oleh para orang tua dan guru di sekolah.
Pengaruh Dukungan Keluarga Kepada Anak Autis
Keluarga merupakan lingkungan pertama yang akan dijumpai oleh seorang anak
serta yang paling utama dalam proses pertumbuhan dan perkembangan anak (Hidayati, 2011). Oleh karena
itu, perkembangan seseorang terutama anak yang mengidap autisme sangat
dipengaruhi oleh pengalaman yang mereka dapatkan lewat keluarganya. Keluarga
yang bahagia dan harmonis tentu akan memberikan lingkungan yang nyaman serta
dukungan yang positif akan memberikan efek yang positif kepada perkembangan
anak autis secara optimal.
Sebelum seorang orang tua dapat memberikan dukungan yang optimal, hal
pertama dan sangat penting adalah bagaimana penerimaan orang tua kepada anaknya
yang mengidap autisme. Hal ini dikarenakan memiliki anak yang mengidap autis
akan menjadi beban mental, aib keluarga, dan keberadaannya akan selalu dianggap
sebagai hal yang negatif. Oleh karena itu, penerimaan keluarga kepada anak yang
menderita autis sangat perlu diperhatikan sebelum bisa memberikan dukungan
kepada anaknya. Jika orang tua memiliki penerimaan yang positif kepada anak
mereka yang mengidap autis, maka mereka dapat memberikan dukungan yang positif
dan optimal.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Anisah asyhari, 2020) kepada anak
autis di SLB YPAC Nasional Surakarta disebutkan bahwa dukungan keluarga yang
baik (78,4%) kepada anak autis merupakan hal yang sangat penting bagi mereka.
Sejalan dengan hal tersebut dalam penelitian lain yang dilakukan oleh (Setyaningrum et al., 2018) kepada anak
autisme di Yayasan Pondok Pesantren Abk Al-Achsaniyyah Kudus pada tahun 2017
dimana dukungan sosial dari keluarga yang baik mampu meningkatkan kemampuan
sosialisasi anak autis.
Beberapa bentuk dukungan yang dapat diberikan orang tua kepada anak:
- Dukungan
Emosional
Dukungan emosional dapat ditunjukkan lewat cinta, rasa kasih sayang,
perhatian penuh, simpati dan empati kepada anak. Dengan adanya dukungan
emosional mampu membuat anak merasa nyaman, merasa didengar, diperhatikan dan
disayangi. Ini juga dapat membuat anak memiliki rasa percaya diri yang tinggi
sehingga dapat menjadi dorongan rasa percaya diri kepada anak untuk mau bersosialisasi dan
mencoba banyak hal baru.
- Dukungan
Instrumental
Dukungan instrumental dapat ditunjukkan lewat hal materil, seperti
fasilitas yang mendukung anak autis untuk belajar seperti buku interaktif,
permainan balok, dan lain-lainnya. Selain itu memberikan pendidikan khusus juga
termasuk hal yang bisa diberikan orang tua kepada anaknya. Dengan adanya
dukungan instrumental ini dapat menunjang perkembangan anak autis dalam banyak
aspek, seperti kognitif, komunikasi, kemampuan sosial dan lain-lainnya.
- Dukungan
Informatif
Dukungan informatif dapat berupa nasehat, arahan, ide dan lainnya kepada
anak autis. Hal ini bermanfaat bagi anak agar mereka mengetahui mana yang benar
dan mana yang salah agar anak memiliki kemampuan untuk bisa beradaptasi di
lingkungannya.
- Dukungan
Penghargaan
Dukungan penghargaan dapat ditunjukkan lewat banyak hal seperti apresiasi,
pujian, reward, dan lainnya yang diberikan kepada anak setelah mereka
berhasil melakukan sesuatu. Hal ini sangat bermanfaat bagi anak untuk
menumbuhkan perasaan percaya diri dan mampu membuat anak untuk terus
termotivasi melakukan hal baru dan positif lainnya.
Pengaruh Dukungan Guru Kepada Anak Autis
Selain keluarga, dukungan dari seorang guru di sekolah juga sangat
mempengaruhi bagaimana anak yang mengidap autis belajar dan berkembang. Hal
yang terpenting untuk dimiliki seorang guru adalah bagaimana strategi
pembelajaran yang diterapkan kepada anak muridnya dapat efektif dalam
menumbuhkan kreatifitas, kemandirian dan kepercayaan diri pada seorang anak
autis.
Dalam penelitian yang dilakukan oleh (Nurfadhillah et al., 2021) kepada anak
autis di SDN Kunciran 07 menyatakan bahwa peran guru pendamping khusus kepada
siswa autis sangat penting dalam perkembangan siswa tersebut secara optimal.
Dengan adanya dukungan dari seorang guru pendamping khusus membuat seorang anak
dapat menumbuhkan rasa percaya diri dan kemandirian untuk bisa mengembangkan
potensi kemampuannya termasuk dalam hal interaksi dan komunikasi.
Dalam artikel lainnya, (Shalehah et al., 2023) menyebutkan
bahwa ada berbagai strategi yang dapat digunakan oleh guru untuk meningkatkan
keterampilan sosial anak berkebutuhan khusus, khususnya anak autis di sekolah
inklusi, termasuk menerapkan model pembelajaran di sekolah, terapi, dan
dukungan sosial. Penerapan startegi pembelajaran ini menunjukkan hasil
yang signifikan dalam meningkatkan keterampilan sosial anak autis.
Dengan demikian, maka dapat disimpulkan bahwa dengan adanya dukungan sosial
positif yang didapatkan oleh seorang anak dengan gangguan spektrum autisme
mampu memberikan dampak yang sangat baik terhadap perkembangan anak tersebut.
Dukungan sosial dari keluarga dan juga guru adalah yang utama dalam membantu
anak autis menuju perkembangan pada berbagai aspek meliputi aspek kognitif,
perilaku, emosi dan kemampuan sosial dengan optimal. Rekomendasi yang dapat
diberikan penulis kepada orang tua dan guru adalah pertama yaitu mampu menerima
anak dengan kondisi autis secara ikhlas. Selanjutnya menciptakan lingkungan
yang ramah bagi anak autis dan mendukung anak-anak autis dalam mengembangkan
potensi yang ada dalam dirinya. Supaya anak-anak autis dapat menuju pertumbuhan
dan perkembangan yang lebih baik di masa depan.
Referensi
Anisah asyhari.
(2020). Gambaran Dukungan Keluarga pada Anak Autis di SLB YPAC Nasional
Surakarta. Surakarta :
Journal of Chemical Information and Modeling, 53(9), 1689–1699.
Fombonne, E., Scorah, J., Ibrahim, A.,
& Shih, A. (2022). Global prevalence of autism : A systematic review
update Search strategy. October 2021, 778–790.
https://doi.org/10.1002/aur.2696
Hidayati, N.
(2011). Dukungan sosial bagi keluarga anak berkebutuhan khusus. Jurnal Insan,
13(1), 12–20.
Kelana, S. (2022).
Dukungan Sosial Keluarga Bagi Anak Berkebutuhan Khusus di Sekolah Luar Biasa
Peduli Anak Nagari Kecamatan Akabiluru. Ranah Research : Journal of Multidisciplinary Research
and Development, 4(2), 99–111. https://doi.org/10.38035/rrj.v4i2.441
Nurfadhillah, S.,
Nurrohmah, N., Prasasti, D., Uswatun, U., Maulida, F., As-Sikah, S., Agustina,
N., & El-Abida, S. F. (2021). Peran Guru dalam Mengembangkan
Interaksi Sosial Anak Autis di SDN Kunciran 07. Anwarul, 1(1),
196–203. https://doi.org/10.58578/anwarul.v1i1.71
Setyaningrum, Y.,
Rosiana Masithoh, A., & Zulia Alfijannah, I. (2018). Hubungan Dukungan
Sosial Dengan Kemampuan Sosialisasi Anak Autisme Di Yayasan Pondok Pesantren
Abk Al-Achsaniyyah Kudus Tahun 2017. Jurnal Ilmu Keperawatan Dan
Kebidanan, 9(1), 44. https://doi.org/10.26751/jikk.v9i1.399
Shalehah, N., Suminar, T., & Diana, D. (2023). Strategi Guru dalam Meningkatkan Keterampilan Sosial Anak Autistic Spectrum Disorder (ASD). Jurnal Obsesi : Jurnal Pendidikan Anak Usia Dini, 7(5), 5757–5766. https://doi.org/10.31004/obsesi.v7i5.5287